UIN BUKAN LAGI KAMPUS RAKYAT

Kampus adalah tempat dimana mahasiswa menjalankan tugas utamanya menuntut ilmu pengetahuan, sebagai unsure mayoritas sudah sepantasnyalah untuk didengarkan. Sudah sewajarnya sebagai unsure mayorita dan sumber dana bagi kampus untuk mendapatkan layanan pendidikan yang layak. Tapi saat ini kampus adalah sebuah potret nyata dari bobroknya system pendidikan di Indonesia.

Nyata saat ini dengan apa yang terjadi di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dimulai dari mahalnya biaya kuliah, fasilitas yang tidak memadai dan tidak fingsional seperti godam kusuka Maupun Gedung yang senyata-nyata dananya dari mahasiswa Tapi kok harus bayaruntuk menggunakannya, pintu gerbang yang ditutup, WC mampet dan bau disalah satu fakultas dan lain-lain. Layanan administrasi yang buruk dan berbelit-belit,ancaman terhadap kebebasan berpendapat, hinga praturan-peraturan yang tentu saja selalu memberatkan mahasiswa yang tidak akan pernah berpihak pada mahasiswa, dan mahasiswa tidak pernah diajarkan untuk mengilmiahkan ilmu yang didapatkan masih menjadi realitas kongkrit di kampus UIN Sunan Kalijaga.
Segudang persoalan di kampus ini, tidak terlepas dari apa yang disebut dengan privatisasi pendidikan tinggi khususnya. Hari ini seluruh perguruan tinggi didorong untuk brdiri secara otonomi atau disebut otonomi kampus dengan dalih untuk efesiensi dan peningkatan pendidikan di Indonesia, dimana secara hokum hal ini diperkuat dingan Undang-Undang Sisdiknas No 23 tahun 2003, keluarnya PP No 60, 61 tentang pendidikan tinggi yang haru memeliki badan hukum, hingga hal ini ditindak lanjuti denga pem-BHMN-an perguruan tinggi negeri ternama. Dan juga dengan akan disahkannya Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) semakin melegalkan kampus untuk mengeruk keuntungan dengan mengobankan mahasiswa sebagai sapi perahannya, dan kampus semakin ditegaskan sebagai “lembaga dagang “ berlabel jasa pendidikan
Rejim SBY-JK yang berkuasa saat ini semakin menunjukkan dirinya anti rakyat dan pendidikan pun hanya dianak tirikan sehingga semakin jelas mereka hanya akan menjilat bokong tuan imperialisnya . terbukti janji nya tidak ditipati guna merealisasikan anggaran 20% untuk pendidikan dari APBD dan APBN. Tahun 2007 saja untuk pendidikan hanya mendapatka anggaran sebesar11,8%. Sebaliknya, Negara mendorong masyarakat untuk membiayai pendidikan yang setiap tahu akan terus naik dan naik., lantas dimana tanggung jawab Negara?
Nyata didepan mata kita dampak dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kita, dampaknyapun nyata. Di UIN sunan Kalijaga dimulai angkatan 2005 dengan pemberlakuan Dana Penunjang Pendidikan (DPP) dan angkatan 2006 Biaya SPP naik 100%.belum lagi dana dana yang tidak jelas arahnya. Kampus UIN dulu dikenal sebagai kampus rakyat, kampus yang selalu menjadi kebanggaan bagi klas buruh dan kaum tani untuk meng-kuliah-kan anaknya karma masih bias dijangkau biaya kuliahnya, tapi sekarang sudah jauh dari untuk dikatakan sebagai kampus rakyat
Biaya kuliah setiap tahu akan mengalami kenaikan, sedangkan pendapatan rakyat kecil saja belum tentu mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan belumtentu mengalami penambahan laba ataupun kenaika. Tahun 2007 saja oendapatan rat-rata penduduk Indonesia hanya 2 dolar, bagimana seorang anak buruh, buruh tani, tani miskin atau rakyat miskin perkotaan akan menikmati bangku kuliahyang setiap tahunnya mengalami kenaikan.
Mahalnya biaya pendidikan di UIN berupa SPP yang juga diiringi dengan berbagai problem lainnya seperti berbagai pungutan lainnya yang berlabel DPP, dana PKL, dana KKN, dana skripsi sampai pungli-pungliyang terkadang kit selaku mahasiswa yang sering mengaku kritis ataupun selalu ingin disebut sebagai kaum yang kritis tidak menyadari, dan juga masih terdapat berbagai upaya untuk menarik keuntungan dengan fasilitas-fasiitas yang dikomersilkan sehinga mahasiwapun harus merogoh koceknya bila ingin menggunakan fasilitas tersebut, seperti contohnya sewa gedung, dan sarana fasilitas yang lainnya.
Biaya perkuliahan yang semakin mahal yang mengakibat kan sebagian mahasiswa tersita waktunya karma harus kerja membanting tulang bukan lah semata-mata atas keinginan tetapi atas keterpaksaan guna men cukupi kebutuhan kuliah dan kebutuhan hidup tentunya yang ketika lulius pun belum tentu bias mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai harapan
Tapi parahnya sebagian dari kita sendiri kadang tidak sadar akan hal tersebut, entah tidak tahu atau tidak mau tahu. Karna kita seakan dihipnotis dengan pembangunan gedung yang terlihat megah tersebut, tapi nyatanya peningkatan pembangunan tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan,pendidikan yang bias kita nikmati hanya sebatas bualan yang bila kita terjun kemasyarakat a[akah benar-benar bias kita terapkan dan yang pasti kita hanya akan menambah antrian pengangguran. Dan dana yang digunakan pun adalah hutang yang selanjutnya mahasiwalah yang akan menjadi korbannya, akan terus diperas guna melunasi hutang tersebut dan itulah dosa turunan dan mahasiswalah yang harus menanggungnya. Saya tekankan mahasiswa bukanlah sapi perahan ,dosen bukan alat dan kampus bukanlah pabrik. Apakah kita hanya terus diam dan akan terus ditindas? Karna diam sama saja dengan meg-iakan penindasan terus berlangsung dan akan lapuk dimakan sejarah. Atau kita tunjukkan bahwa kita tidak akan pernah diam selama penindasan terus berlangsung.
*Wiwin Solikhin (Koordinator FMN UIN Sunan Kalijaga)

Tidak ada komentar: